TSziBSY7TUG0GUz0TUG8Gfd8BA==
Light Dark
Uangmu Habis, Negaramu Terkubur: Sebuah Seruan Nurani di Tengah Demokrasi yang Terbeli

Uangmu Habis, Negaramu Terkubur: Sebuah Seruan Nurani di Tengah Demokrasi yang Terbeli

Daftar Isi
×


BANGSA HEBAT
 - Setiap kali pesta demokrasi tiba, rakyat seakan disuguhi sebuah pertunjukan yang sama: serangan amplop, janji-janji surga, dan wajah-wajah penuh senyum yang mendadak ‘peduli’. Namun di balik semua itu, tersimpan ironi yang menyakitkan. Kita, pemilik sah negeri ini, sering kali memilih berdasarkan siapa yang paling banyak memberi, bukan siapa yang paling layak memperjuangkan.

Pertanyaannya sederhana: Jika dari awal saja mereka sudah membeli suara kita, untuk siapa mereka akan bekerja setelah terpilih?

Jawabannya jelas—bukan untuk kita.

Politik Uang: Awal dari Pengkhianatan Terstruktur

Politik uang bukan sekadar tindakan tidak etis. Ia adalah bentuk awal dari pengkhianatan. Saat calon wakil rakyat membagikan uang demi suara, yang ia lakukan sebenarnya adalah membeli legitimasi untuk merampok secara legal di kemudian hari. Bukan hanya uang negara yang jadi korban, tapi juga kepercayaan publik, masa depan anak-anak, dan martabat demokrasi itu sendiri.

Mereka yang membeli suara akan merasa "berhak" balik modal—bukan bekerja. APBD dijadikan ladang investasi, proyek-proyek jadi bancakan, dan pelayanan publik pun terabaikan.

Pilih dengan Hati Nurani, Bukan dengan Uang Receh

Saat kita memilih berdasarkan amplop, kita sedang menjual masa depan dengan harga yang sangat murah. Sebaliknya, memilih dengan hati nurani adalah bentuk perlawanan paling nyata terhadap sistem yang busuk. Ini bukan sekadar soal moral, tapi soal strategi jangka panjang untuk memperbaiki negara.

Kita butuh wakil rakyat yang:

  • Berani menolak suap sejak awal.
  • Memiliki rekam jejak integritas dan keberpihakan pada rakyat.
  • Tidak mencari jabatan, tapi ingin mengabdi.
  • Siap diawasi dan bertanggung jawab secara publik.

Negara Tak Akan Berubah Jika Kita Tetap Sama

Pembenahan negara tidak bisa dimulai dari istana. Ia harus dimulai dari bilik suara. Dari keberanian satu orang untuk berkata “tidak” pada uang yang merendahkan akal dan martabatnya.

Jika kita terus memilih mereka yang memberi uang, maka bersiaplah melihat mereka yang makan uang. Bukan hanya milik negara, tapi juga milik masa depan kita.


Mari berani memilih dengan nurani. Karena negara ini tidak butuh pemimpin yang kaya secara harta, tapi yang kaya keberanian untuk melayani.

0Komentar

OKKO APPAREL STORE
https://literasiku.bangsahebat.com/
https://www.nongkrong.bangsahebat.com/